Machado murio antes de finalizar el mes de Febrero en Collioure y sus restos siguen enterrados allí.
Machado murio antes de finalizar el mes de Febrero en Collioure y sus restos siguen enterrados allí.
Proklamator Soekarno (03)
Oleh Asvi Warman Adam*
Tidak banyak diketahui umum bahwa tahun 1965-1967 Presiden Soekarno sempat berpidato paling sedikit sebanyak 103 kali. Yang diingat orang hanyalah pidato pertanggungjawabannya, Nawaksara, yang ditolak MPRS tahun 1967. Dalam memperingati 100 tahun Bung Karno, tahun 2001 telah diterbitkan kumpulan pidatonya. Namun, hampir semuanya disampaikan sebelum peristiwa G30S 1965.
Kumpulan naskah ini diawali pidato 30 September 1965 malam (di depan Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan, Jakarta) dan diakhiri pidato 15 Februari 1967 (pelantikan beberapa Duta Besar RI). Pidato-pidato Bung Karno (BK) selama dua tahun itu amat berharga sebagai sumber sejarah. Ia mengungkapkan aneka hal yang ditutupi bahkan diputarbalikkan selama Orde Baru. Dari pidato itu juga tergambar betapa sengitnya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Di pihak lain, terlihat pula kegetiran seorang presiden yang ucapannya tidak didengar bahkan dipelintir. Soekarno marah. Ia memaki dalam bahasa Belanda.
Konteks pidato
Periode 1965-1967 dapat dilihat sebagai masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Dalam versi pemerintah, masa ini dilukiskan sebagai era konsolidasi kekuatan pendukung Orde Baru (tentara, mahasiswa, dan rakyat) untuk membasmi PKI sampai ke akarnya serta pembersihan para pendukung Soekarno.
Mulai tahun 1998 di Tanah Air dikenal beberapa versi sejarah yang berbeda. Selain menonjolkan keterlibatan pihak asing seperti CIA, juga muncul tudingan terhadap keterlibatan Soeharto dalam "kudeta merangkak", yaitu rangkaian tindakan dari awal Oktober 1965 sampai keluarnya Supersemar (Surat perintah 11 Maret 1966) dan ditetapkannya Soeharto sebagai pejabat Presiden tahun 1967. "Kudeta merangkak" terdiri dari beberapa versi (Saskia Wieringa, Peter Dale Scott, dan Subandrio) dan beberapa tahap.
Substansi pidato
Setelah peristiwa G30S, Soekarno berusaha mengendalikan keadaan melalui pidato-pidatonya.
"Saya komandokan kepada segenap aparat negara untuk selalu membina persatuan dan kesatuan seluruh kekuatan progresif revolusioner. Dua, Menyingkirkan jauh-jauh tindakan-tindakan destruktif seperti rasialisme, pembakaran-pembakaran, dan perusakan-perusakan. Tiga, menyingkirkan jauh-jauh fitnahan-fitnahan dan tindakan-tindakan atas dasar perasaan balas dendam."
Ia juga menyerukan "Awas adu domba antar-Angkatan, jangan mau dibakar. Jangan gontok-gontokan. Jangan hilang akal. Jangan bakar-bakar, jangan ditunggangi". Dalam pidato ia menyinggung Trade Commission Republik Rakyat Tiongkok di Jati Petamburan yang diserbu massa karena ada isu Juanda meninggal diracun dokter RRT. Padahal, beliau wafat akibat serangan jantung. Soekarno menentang rasialisme yang menjadikan warga Tionghoa sebagai kambing hitam.
Dalam pidato 20 November 1965 di depan keempat panglima Angkatan di Istana Bogor BK mengatakan, "Ada perwira yang bergudul. Bergudul itu apa? Hei, Bung apa itu bergudul? Ya, kepala batu." Tampaknya ucapannya itu ditujukan kepada Soeharto. Pada kesempatan yang sama Soekarno menegaskan, "Saya yang ditunjuk MPRS menjadi Panglima Besar Revolusi. Terus terang bukan Subandrio. Bukan Leimena…. Bukan engkau Soeharto, bukan engkau Soeharto, dan seterusnya (berbeda dengan nama tokoh lain, Soeharto disebut dua kali dan secara berturut-turut).
Mengapa Soekarno tak mau membubarkan PKI, padahal ini alasan utama kelompok Soeharto menjatuhkannya dari presiden. Karena dia konsisten dengan pandangan sejak tahun 1925 tentang Nas (Nasionalisme), A (Agama), dan Kom (Komunisme). Dalam pidato ia menegaskan, yang dimaksudkan dengan Kom bukanlah Komunisme dalam pengertian sempit, melainkan Marxisme atau lebih tepat "Sosialisme". Meskipun demikian Soekarno bersaksi "saya bukan komunis". Bung Karno juga mengungkapkan keterlibatan pihak asing yang memberi orang Indonesia uang Rp 150 juta guna mengembangkan "the free world ideology". Ia berseru di depan diplomat asing di Jakarta, "Ambassador jangan subversi."
Tanggal 12 Desember 1965 ketika berpidato dalam rangka ulang tahun Kantor Berita Antara di Bogor, Presiden mengatakan tidak ada kemaluan yang dipotong dalam peristiwa di Lubang Buaya. Demikian pula tidak ada mata yang dicungkil seperti ditulis pers.
Peristiwa pembantaian di Jawa Timur diungkapkan Soekarno dalam pidato di depan HMI di Bogor 18 Desember 1965. Soekarno mengatakan pembunuhan itu dilakukan dengan sadis, orang bahkan tidak berani menguburkan korban.
"Awas kalau kau berani ngrumat jenazah, engkau akan dibunuh. Jenazah itu diklelerkan saja di bawah pohon, di pinggir sungai, dilempar bagai bangkai anjing yang sudah mati."
Dalam kesempatan sama, Bung Karno sempat bercanda di depan mahasiswa itu, "saya sudah 65 tahun meski menurut Ibu Hartini seperti baru 28 tahun. Saya juga melihat Ibu Hartini seperti 21 tahun."
Gaya bahasa Soekarno memang khas. Ia tidak segan memakai kata kasar tetapi spontan. Beda dengan Soeharto yang memakai bahasa halus tetapi tindakannya keras. Di tengah sidang kabinet, di depan para Menteri, Presiden Soekarno tak segan mengatakan "mau kencing dulu" jika ia ingin ke belakang . Ketika perintahnya tidak diindahkan, ia berteriak "saya merasa dikentuti". Pernah pula ia mengutip cerita Sayuti Melik tentang kemaluannya yang ketembak. Namun, di lain pihak ia mahir menggunakan kata-kata bernilai sastra, "Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."
Dalam pidato 30 September 1965 ia sempat mengkritik pers yang kurang tepat dalam menulis nama anak-anaknya. Nama Megawati sebetulnya Megawati Soekarnaputri, bukan Megawati Soekarnoputri. Demikian pula dengan Guntur Soekarnaputra.
Di balik pidato
Apa yang disampaikan Soekarno dalam pidato-pidatonya merupakan bantahan atas apa yang ditulis media. Monopoli informasi sekaligus monopoli kebenaran adalah causa prima dari Orde Baru. Umar Wirahadikusumah mengumumkan jam malam mulai 1 Oktober 1965, pukul 18.00 sampai 06.00 pagi, dan menutup semua koran kecuali Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha. Koran-koran lain tidak boleh beredar selama seminggu. Waktu sepekan ini dimanfaatkan pers militer untuk mengampanyekan bahwa PKI ada di belakang G30S.
Meski masih berpidato dalam berbagai kesempatan, pernyataan BK tidak disiarkan oleh koran-koran. Bila Ben Anderson di jurnal Indonesia terbitan Cornell mengungkapkan hasil visum et repertum dokter bahwa kemaluan jenderal tidak disilet dalam pembunuhan di Lubang Buaya 1 Oktober 1965, jauh sebelumnya Soekarno dengan lantang mengatakan, 100 silet yang dibagikan untuk menyilet kemaluan jenderal itu tidak masuk akal.
Dalam pidatonya terdengar keluhan. Misalnya, di Departemen P dan K orang-orang yang mendukung BK dinonaktifkan. Sebetulnya seberapa drastiskah merosotnya kekuasaan yang dipegangnya?
Presiden Soekarno masih sempat melantik taruna AURI dan berpidato dalam peringatan 20 tahun KKO. Paling sedikit Angkatan Udara, Marinir, dan sebagian besar tentara Kodam Brawijaya masih setia kepada Bung Karno. Tetapi kenapa ia hanya sekadar berseru "jangan gontok-gontokan antarangkatan bersenjata". Kenapa ia tidak memerintahkan tentara yang loyal kepadanya untuk melawan pihak yang ingin menjatuhkannya?
Soekarno tidak ingin terjadi pertumpahan darah sesama bangsa. Dalam skala tertentu, yang tidak diharapkan Bung Karno itu telah terjadi setelah ia meninggal . Demikian pula yang kita lihat hari ini di Aceh. Sebuah wilayah yang pada tahun 1945 para ulamanya menyerukan rakyat mereka untuk berdiri di belakang Bung Karno. (*Dr Asvi Warman Adam Sejarawan LIPI) ► e-ti
Biografi Singkat: Adolf “Jagal dari Jerman” Hitler
Agustinus Pambudi, The Death of Adolf Hitler Kematian Adolf Hitler, Yogyakarta: Narasi, 2005.
Buku ini merupakan buku yang ditujukan untuk pembaca narasi sejarah tanpa adanya analisis sejarah. Buku yang menularkan cerita mengalir saja bagaikan air. Buku ini lebih kepada biograpfi Adolf Hitler yang disajikan secara singkat. Perlu diakui ketika pertam kali membuka sampul buku ini, tidak terdapat ISBN, katalog perpustakaan nasional, kata pengantar dan pendahuluan. Bisa dikatakan bahwa buku ini adalah buku “siluman” dan buku populer saja. Bagian-bagian yang ditinggalkan terutama untuk kat pengantar dan pendahuluan/sebab musabab buku ini ditulis menyebabkan pembaca meraba-raba isi buku lebih dalam sehingga membuat ketertarikan bagi pembaca.
Buku ini merupakan biografi singkat dari Adolf Hitler. Buku ini secara baik telah membagi perjalan hidup Hitler dalam tiga babak kehidupan.
Ketiga babak kehidupan Hitler yakni.
Babak pertama adalahdari Wina ke seluruh Eropa (1889-1944). Hitler lahir Hitler lahir pada 20 April 1889 pukul 18.30, di Brunau yang terletak di pinggir Sungai Inn. Tempat kelahiran Hitler adalah sisi sungai yang termasuk kawasan Austria, sedangkan sisi lainnya di seberang sungai merupkan wilayah Jerman. Hitler tumbuh berkembang dengan cara bersusah payah untuk hidup. Masa-masa kesusahan Hitler terjadi ketika ia masih kanak-kanak hingga remaja. Kemudian ia mulai terjun ke dunia politik pad tahun 1919 dengan bergabung ke dalam partai buruh jerman—yang kelak berubah menjadi NAZI. Pada tahun 1923 Hitler melakukan pemberontakan yang meyebakan ia dipenjara. Di dalam penjara inilah Hitler menulis buku Mein Kampf (Perjuanganku) yang memuat ide-ide gila Hitler. Serta akhirnya, Hitler mampu meraih membentuk pasukan SS (Schutzstaffel). Pasukan yang memberikan kontribusi bagi Hitler untuk meraih kekuasaan Jerman. Setelah berhasil meraih kekuasaan Jerman Hitler segera melakukan tindakan-tindakan militer untuk menkalukkan Eropa. Pertam Hitler menaklukkan Austria dan Cekoslovakia, melakukan perjanjian tidak saling menyerang dengan Rusia, meyrang Polandia dengan istilah blitzkrieg (serangan kilat)
Babak kedua kehidupan Hitler adalah babak Kehancuran dan Pengkhianatan. Pengkhianatan dimulai dengan komplotan stauffenberg, yakni komplotan yang menginginkan kematian Hitler. Kehancuran-kehancuran Hitler mulai nampak ketika pasukan Inggris-Amerika dan Rusia mendekati pusat kekuasaan pada April 1945. dalam bab ini tidak hanya masalah perang saja yang dibicarakan dalam menunggu detik-detik kehancuran Hitler. Ada beberapa bab yang bisa digambarkan tidak sesuai dengan Bbai ini seperti cerita tentang ramalan Horoskop terhadap keyakinan bahwa Hitler akan membawa Jerman pada masa gemilang setelah Roosevelet meninggal, kemudian diceritakan pula tentang Eva Braun yang merupakan teman wanita Hitler. Setelah diajak keluar dari pembahasan. Pembaca dikembalikan lagi dengan suasana pertempuran detik-detik kehancuran Hitler. Mulai dari Serangan Baik dari pihak Sekutu untuk meruntuhkan Hitler sampai pada upaya pengkhianatan dari orang-orang kepercayaan Hitler. Orang-orang kepercayaan Hitler seperti Goering dan Himmler mulai melakukan pengkhianatan dengan menyatakan menyerah kepada Sekutu. Cerita-cerita ang dibenagun pada bab ini sungguhlah menarik dan enak dibaca. Terutam apada bagain pengkhianatan dan reaksi Hitler menjelang kekalahannya.
Pada pembahsan terakhir buku ini membahas mengenai Hemusan Nafas Terakhir. Hembusan Nafas terakhir ynag dimaksudkan adalah detik-detik terakhir sebelum Hitler mengakhiri kehidupannya dengan bunuh diri. Pada Bab ini yang paling miris dalah cerita tentang pembunuhan anak-anak Goebbels yang dibunuh dengan disuntik racun atas perintah aayahnya sendiri. Bab ini menceritakan hal-hal pilu seperti mayat Hitler, Eva Braun dan keluarga Goebbles kesemuanya dibakar untuk meninggalkan jejak bagi Sekutu. Setelah kematian Hitler inilah melalui jenderal Doenitz akhirnya Jreman menyerak kepad sekutu pada 7 Mei 1945. Dengan berkhirnya era Hitler mak berkahirnya sejarah kelan perang Dunia II yang terjadi di Eropa. Tak hanya itu saja, Hitler dianggap sebagai pencapaian terbesar dalam sejarah umat manusia yang tak akan bisa dicapai oleh Napoleon Bonaparte sekalipun dalam bidang wilayah taklukan Jerman pada masa kepemimpinan Hitler di Jerman.
Ditulis dalam resensi